Sabtu, 28 Februari 2009

Entrepreneurship


Posting ini dikutip dari blog Bapak Budi Rahardjo.

Terima kasih kepada P.Budi Rahadjo

Kuliah Entrepreneurship

28 Nopember 2007 oleh Budi Rahardjo

Hari Selasa kemarin (27 November 2007), kelas Konsep Teknologi kami (6 kelas paralel) dan kelasnya pak Dwilarso dari Sekolah Bisnis dan Management ITB digabung di Aula Timur ITB. Ini merupakan sebuah sejarah karena kuliah dari mahasiswa teknik dan bisnis digabung menjadi satu! Lebih dari 400 mahasiswa ada di Aula Timur itu. Kuliah kali ini menghadirkan pak Buntoro untuk menceritakan tentang entrepreneurship.

Pak Buntoro ini adalah pimpinan dari perusahaan PT Mega Andalan Kalasan (MAK) yang meproduksi peralatan rumah sakit. Kompas edisi 14 November 2007 yang lalu memasukkan dia ke dalam 14 orang calon entrepreneur Indonesia 2007. Cerita (biografi) pak Buntoro ini ada dalah buku yang berjudul “Never Ending Journey”.

Pak Buntoro merupakan salah satu dari 11 entrepreneur yang masuk ke dalam calon pemenang Entrepreneur Award 2007. [Kemarin, tanggal 28 Nov 2007, telah diumumkan pemenangnya; yaitu pak Ciputra.]

Isi dari kuliah ini campur antara penjelasan dari pak Buntoro dan tanya jawab dengan mahasiswa. Banyak penjelasan dari pak Buntoro (dan saya) yang mungkin berbeda dengan buku teks atau buku yang pernah dibaca oleh mahasiswa. Berikut ini ada beberapa hal yang menarik.


Kegagalan. Bagi seorang entrepreneur, kegagalan adalah sebuah keniscayaan. Gagal di sini digunakan untuk bangkit kembali dan menambah pengalaman untuk mencapai hal yang lebih baik (lebih sempurna). Kegagalan bukanlah sebuah aib. Ini biasa. Nah, mumpung masih jadi mahasiswa (apalagi di tingkat awal), ada banyak waktu untuk melakukan eksperimen dan melewati kegagalan-kegagalan yang kecil. Mumpung masih muda.

Ketika ditanya kegagalan apa yang paling besar, pak Buntoro menjawab bahwa banyak “kegagalan” yang harus dilalui tetapi secara total tidak menjadi kegagalan. Jika diukur dari tolok ukur produktifitas, misalnya (sambil menunjukkan grafik), tetap menaik secara total. Jadi tidak ada yang terlalu masalah.

Kapitalisme dan keberpihakan kepada masyarakat. Ada mahasiswa yang bertanya bahwa entrepreneur itu terlalu kapitalis dan tidak berpihak kepada masyarakat. Apakah betul? Entrepreneur memang tidak bisa dipisahkan dengan kapitalis, tetapi entrepreneur yang sejati dia punya hati. Ketika dia membangun usahanya dia mulai dari bawah, beserta orang-orang kecil, dan terus hingga besar dia tidak lupa itu. Biasanya entrepreneur yang besar mulai dari kecil masih tetap mempunyai hati.

Ada mahasiswa yang mengatakan bahwa jangan khawatir dengan masalah sosial karena perusahaan besarpun punya CSR (Corporate Social Responsibility). Namun pak Buntoro tidak sepakat. Dia mengatakan bahwa dana CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan besar itu lebih berupa “permen”. Dana yang dikeluarkan perusahaan kecil kepada masyarakat lebih memiliki nilai. (Ini berdasarakan persentase dari dana yang dikeluarkan dan aset / revenue dari perusahaan tersebut.) Jadi perusahaan kecil malah lebih bertanggung jawab kepada masyarakat.

Ada yang bertanya mengenai management profesional dan entrepreneurship. Pak Buntoro mengatakan bahwa entrepreneur tidak membutuhan management profesional, setidaknya pada taraf awal. Jika kita baru membuat sebuah usaha, tidak perlu kita buat direktur keuangan, atau direktur yang lainnya. Selama semuanya bisa ditangani sendiri, ya ditangani sendiri saja. Jika memang sudah membutuhkan bantuan dari orang lain, ya baru meminta bantuan.

Saya sendiri mengatakan bahwa ada beda seseorang yang entrepreneur dan profesional. Jika saya tiba-tiba diangkat menjadi direktur PT Indosat, misalnya, maka saya adalah seorang profesional bukan entrepreneur. Perusahaan sudah ada, saya tinggal menjalankannya. Mudah-mudahan jelas perbedaannya ya.


Entrepreneurship memang tidak wah. Pada kenyataannya memang demikian.

Saya sendiri dan pak Buntoro masih memiliki sebuah kompetisi, yaitu berlomba-lomba mensukseskan daerah masing-masing. Saya tetap mendorong dengan konsep BHTV di daerah Bandung Raya, pak Buntoro dengan konsepnya sendiri di daerah Yogya dan sekitarnya. Kami masih bertarung; berkompetisi dan berkolaborasi.

Masih ada banyak hal lain dalam catatan saya, namun sudah terlalu panjang dan saya agak terburu-buru. Lain kali saya ulas lagi. Berikut ini foto pak Buntoro dan pak Dwilarso setelah selesai kuliah.


Terima kasih kepada pak Buntoro yang mau hadir di kelas KonTek ini. Ini untuk ketiga kalinya pak Buntoro mengisi kelas kami.


Anggota keluarga

Seekor anjing terkadang dirasakan sebagai salah satu angg0ta keluarga.
Perasaannya begitu peka, sampai-sampai apabila ada seorang anggota keluarga yang sedih dia pun ikut murung atau bahkan terkadang berusaha menghibur. Dia selalu menyambut apabila ada seorang anggota keluarga yang baru pulang dari bepergian. So nice, so cute.....crispy is our dog...

Gagap Teknologi

Ternyata tidak mudah untuk membuat blog yang menarik.
Saya pernah ditawari oleh sebuah perusahaan pembuat web dengan biaya Rp 1,5 juta.
Tapi beberapa teman mengatakan bahwa tidak sulit membuat blog sendiri, akhirnya saya mencoba membuat sendiri.
Inilah hasilnya.

Getting started

Bagi orang seusia saya tidaklah mudah membuat blog sendiri.
Dengan berbagai usaha, akhirnya saya berhasil membuat blog sebagaimana yang saya bayangkan.
Blog ini akan saya manfaatkan untuk berbagi pengetahuan tentang 'entrepreneurship' yang telah selama lebih dari 30 tahun saya geluti.
Semoga blog ini bisa membawa manfaat bagi para pembaca, terutama bagi generasi muda yang mempunyai cita-cita dan semangat untuk menjadi seorang wira-usaha.
Selamat membaca