Senin, 28 Desember 2009

Pembangunan Industri berbasis Riset dan Teknologi (2)

A creation by design and not by default


Siklus Industri

Penggambaran siklus Industri di bawah ini menjelaskan bahwa baik pengusaha maupun peneliti mempunyai peran dan lingkup kerja yang berbeda dan tidak mungkin untuk dicampur-adukan.


--> Ilmu pengetahuan --> Teknologi --> Industri --> Bisnis --> (kembali ke Ilmu Pengetahuan)


Siklus di atas menggambarkan sebuah proses spiral yang makin membesar, dimana Ilmu Pengetahuan ditransformasikan (didaya-gunakan) menjadi Teknologi (penggunaan praktis) oleh para Peneliti dan kemudian bersama-sama dengan Pengusaha (Industri) ditransformasikan lebih lanjut sehingga layak untuk difabrikasi (Industri) sehingga bisa dikomesialkan menjadi sebuah Bisnis yang selanjutnya, sebagian keuntungannya menjadi feed back untuk mengembangkan Industri dengan Teknologi yang lebih canggih.


Hubungan Lembaga Penelitian dengan Industri

Dari siklus di atas terlihat jelas bahwa hubungan langsung antara Lembaga Penelitian dengan Dunia Industri adalah dalam proses menjadikan sebuah (konsep) Teknologi menjadi sebuah produk yang bernilai komersial.
Dalam proses ini sedikitnya ada 3 tahapan yang harus dilalui, yaitu: 1. pembuatan prototype fungsional, 2. Pembuatan prototype komersial dan akhirnya, 3. Pembuatan prototype produksi.
Kemampuan dan semangat dari masing-masing pihak dalam melalui tahapan-tahapan tersebut akan sangat menentukan apakah komersialisasi sebuah Teknologi (hasil penelitian) dapat diwujudkan.
Sebagus apapun sebuah hasil penelitian tidak akan membawa manfaat ekonomi apabila tidak ada Industri yang mampu dan mau mengkomersialkannya.


Kondisi obyektif di Indonesia

Minimnya pemahaman akan siklus tersebut di atas mengakibatkan hampir seluruh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian menumpuk dalam bentuk kertas kerja. Hasil penelitian tidak dapat diimplementasikan karena dilakukan tanpa terlebih dahulu meneliti kebutuhan obyektif dari dunia Industri.
Hal lucu yang kerap terjadi adalah sikap para peneliti yang menganggap hasil penelitiannya sebagai harta karun yang bernilai tinggi sehingga mereka cenderung untuk merahasiakannya serta menjaganya dari kemungkinan usaha pencurian oleh para pengusaha Industri.
Sikap seperti itu tentu saja membuat para pengusaha Industri enggan berhubungan dengan Lembaga - lembaga Penelitian. Mereka lebih senang membeli industri secara turn-key pada para provider industri di Jepang, Taiwan, Korea Selatan maupun Cina. Dengan demikian, Siklus industri tidak pernah terbentuk di Indonesia. Mata rantainya terputus, bagian Ilmu Pengetahuan – Teknologi digantikan oleh Industri Provider dari luar negeri.


Peran Dewan Riset

Kondisi terputusnya hubungan antara Lembaga Penelitian dengan Dunia Industri sebetulnya telah disadari sejak lama oleh Pemerintah. Berbagai program Riset yang berdasarkan “link and match” telah dilakukan sejak jaman Orde Baru.
Namun sayangnya keikut-sertaan Industri dalam setiap usulan Riset hanya sebatas pemenuhan persyaratan saja. Dalam prakteknya tidak ada bukti nyata bahwa dunia Industri dilibatkan. Nyatanya hampir tidak ada Industri atau produk (hasil industri) yang dihasilkan dari hasil Riset.
Menyadari kenyataan tersebut Dewan Riset (Nasional maupun Daerah) semestinya bisa berperan sebagai lembaga yang mampu menjadi jembatan ataupun katalisator sehingga memungkinkan terjadinya interaksi positip antara lembaga-lembaga riset dan pengusaha (industri) dalam upaya pengembangan Industri berbasis Iptek.

1 komentar: