Sabtu, 25 April 2009

Entrepreneur : (My) Character is (my) destiny (7)

Berbagai tulisan dalam "Charachter is destiny" dimaksudkan untuk memberikan ilustrasi yang menggambarkan bahwa untuk menjadi seorang entrepreneur tidak cukup hanya bermodalkan sifat-sifat dasar seperti rajin belajar, rajin bekerja, hemat, ulet dan sebagainya.
Sifat-sifat dasar tesebut hanya bisa diibaratkan sebagai warna dasar sebuah kanvas dan sama sekali tidak memberikan indikasi apakah seseorang potensial untuk menjadi seorang entrepreneur.
Sedangkan sosok entrepreneur diibaratkan sebagai lukisan, yang baru akan terbentuk oleh goresan demi goresan yang ditorehkan oleh sang pelukis.

Nilai sebuah lukisan tidak ditentukan oleh "keindahan" dari apa yang tergambar di atas kanvas, tetapi oleh kekuatan (daya magis) yang terpancar, yang mampu membawa pikiran orang yang melihatnya "mengembara" ke "tempat, waktu dan situasi" yang berusaha di tuangkan oleh sang pelukis di atas kanvas.

Demikian halnya dengan sosok seorang entrepreneur, dimana dan kapan pun dia berada akan selalu terpancar sebuah kekuatan (entrepreneurship) yang mampu memberikan inspirasi siapa pun orang yang berada di sekelilingnya.

Sebagaimana sebuah lukisan, gambarnya bisa apa saja, dari yang naturalis sampai yang abstrak bahkan yang hanya imajinasi sang pelukis sekali pun sebagaimana lukisanan "last supper"nya Leonardo da Vinci yang mengilhami Dan Brown untuk menulis Novel Davinci Code. Seorang entrepreneur tidak selalu identik dengan sosok seorang pengusaha (besar), dia bisa ditampilkan pengambil sosok seorang Bob Sadino, Tommy Winata, Bill Gate, Don Corleone (God father) atau bahkan sorang Yanto (pedagang Bakmi dengan gerobag dorong yang mangkal di depan kantor saya sejak lebih dari 20 tahun yang lalu).

Pengalaman saya sepuluh tahun yang lalu ketika berkunjung ke Jepang untuk melihat beberapa industri "kecil" disana, memberikan pandangan yang beberbeda bagi seorang entrepreneur. Saya melihat banyak industri "kecil" yang telah berumur lebih dari 20 tahun tetapi tetap eksis ditengah tumbuhnya banyak raksasa industri seperti Toyota, Mitsubishi, Sony, National dan lain-lain.
Saya merasakan adanya pancaran kekuatan yang menjelaskan mengapa mereka masih bisa eksis walaupun tetap "kecil".
"Small but happiness" is the right words to explain why.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar