Minggu, 01 Maret 2009

Memahami kemiskinan

Berbeda dengan di Bangladesh dimana kemiskinan disana adalah kemiskinan absolut, warga miskin disana bisa dikatakan tidak mempunyai kemampuan ekonomi sama sekali.
Sedangkan di Indonesia, dengan kelimpahan sumber daya alamnya, kemiskianan disini adalah kemiskinan relativ. Orang masih dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya hanya dengan memanfaatkan alam disekitarnya.
Isu kemiskinan muncul ketika 'nilai ekonomi' dari hasil memanfaatkan alam tersebut secara relativ terus menurun jika dibandingkan dengan 'nilai ekonomi' dari kegiatan-kegiatan modern seperti industri, perbankan, telekomunikasi, transportasi, property dll.
Sebagai gambaran, produktivitas petani padi di Jepang tidak berbeda jauh dengan di Indonesia, kira2 10 Ton beras/ha/tahun. Yang berbeda adalah, di Jepang rata-rata petani menggarap 2 ha sawah dengan harga jual beras Rp 25.000,-/kg sedangkan di Indonesia cuma 0,3 ha sawah dengan harga jual beras Rp 5.000,-/kg. Sehingga kalau nilai ekonomi petani Jepang adalah Rp 500 jt/tahun sedangkan petani Indonesia cuma Rp 15 jt/tahun.
Nilai ekonomi petani Jepang tsb tidak berbeda jauh dengan nilai ekonomi sektor lain. Sedangkan nilai ekonomi petani Indonesia sangat jauh tertinggal dari kegiatan sektor lain. Misalnya dengan sektor industri yang besarnya Rp 50 jt (industri kecil) s/d Rp 600 jt (industri multi nasional).
Jelas bahwa ilmunya M.Yunus tidak bisa diimplementasikan di Indonesia

1 komentar:

  1. NASIB PETANI KITA
    itulah yang membuat kita terus tertinggal pak, kita lupa dengan pertanian kita, jika kita melihat sejarah Jepang, AS dan negara maju lainnya semua berawal dari landreform (pembagian lahan), lalu mereka fokus mengembangkan kebijakan yang pro petani, di negri kita petani dibiarkan terlantar, pupuk langka, irigasi dan waduk kurang, fasilitas kredit lemah, akses terhadap tanah sebagai alat produksi petani juga sangat lemah...
    padahal di negara maju para petani dimulyakan dan diproteksi...

    saya agak berbeda pendapat mengenai sikap bapak terhadap Grameen Bank nya Prof.Yunus, Prof.Yunus juga pada mulanya terinspirasi dari cara kerja bank BRI, cuma dia memodifikasi cara kerjanya, untuk meminjam tak perlu memerlukan colateral as usual, karena menurut dia niat baik, kerja keras juga bisa dianggap sebagai intagible colateral...
    sehingga pinjaman bank tidak hanya bisa diakses oleh orang yang punya colateral/aset yang bisa dianggunkan tapi juga bisa diakses oleh mereka yang tak punya colateral (baca:org miskin)..
    karena konteknya adalah persoalan akses terhadap pinjaman bank, saya kira konsep grameen bank masih bisa diterapkan di indonesia.

    BalasHapus