Minggu, 29 Maret 2009

entrepreneur : To see the unseen (2)

Mungkin apa yang saya ceritakan berikut ini tidak pernah terbayangkan oleh generasi muda saat ini.

Saat saya ramaja, sekitar akhir tahun 60-an, belum ada pompa air listrik sebagaimana saat ini. Kebutuhan air untuk berbagai keperluan harus diambil langsung dari sumur dengan cara ditimba. Caranya, ember yang diikat dengan tali timba diturunkan sampai ke permukaan air sumur dan kemudian setelah dipenuhi air ditarik kembali ke atas. Demikian seterusnya.

Sebagai anak sulung, setiap pagi saya bertugas untuk mengisi bak mandi untuk keperluan mandi bagi seluruh keluarga. Bak mandi tersebut ukurannya kira-kira 150 cm (P) x 60 cm (L) x 120 cm (T), jadi diperlukan air kira-kira 1.000 liter untuk memenuhinya.

Dengan menggunakan ember berukuran 8 liter, sedikitnya diperlukan 120 kali menurunkan-naikan ember ke dalam sumur. Dalam keadaan normal, setiap menit saya mampu menimba sebanyak 3 kali, sehingga sedikitnya saya memerlukan waktu 40 menit untuk memenuhi bak mandi tersebut. Tapi pada saat musim kemarau, permukaan air sumur turun dari kedalaman normalnya (6 meter) menjadi 10 meter, sehingga diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk memenuhi bak mandi.

Pekerjaan tersebut harus saya selesaikan sebelum pukul 6 pagi, yaitu sebelum adik-adik saya bangun dan mulai mandi. Hal ini penting sekali karena kalau adik-adik saya mulai mandi sebelum bak mandi penuh maka berarti berarti pekerjaan tambahan bagi saya karena tugas saya adlah mengisi penuh bak mandi.

Dengan tugas tersebut, saya menjadi sangat familiar untuk mengkonversikan sebuah pekerjaan menjadi segmen-segmen yang terukur (rasional), memperhitungkan cycle-time suatu segmen pekerjaan, merencanakan kapan waktu yang paling pas untuk memulai suatu pekerjaan agar pekerjaan tersebut selesai tepat waktu, peka terhadap berbagai perubahan (cuaca) dan bangun sebelum subuh.

Hasil sampingan dari tugas tersebut adalah mens sana in corpore sano.

7 komentar:

  1. Membaca tulisan ini mengispirasikan saya untuk menasihati anak2 sy bahwa pekerjaan berat di masa muda janganlah diartikan sebagai siksaan karena akan membuahkan hasil yg sangat membanggakan dikemudian hari... Oleh karena itu, anak2 muda jika mendapatkan pekerjaan berat haruslah bersyukur bukannya mengeluh, (bahkan seharusnya mereka memintanya) karena itu merupakan salah satu investasi jangka panjang & itu sudah terbukti..nyata.

    BalasHapus
  2. oh kamu itu yang ngisi bak mandi ampe penuh ya? thanks bro!!

    BalasHapus
  3. Bagus sekali P. Bun, generasi muda kita perlu mengenal semacam itu, alangkah lebih indah kalau jenis tali yang dipakai dan in saat itu dari "bandol" dan kadang-2 untuk yang belum mahir menimba harus memasang beban / bandul di salah satu sisi penggantung timbanya sehingga langsung berguling begitu menyentuh permukaan air sumur.
    Selain mens sana in corpore sano juga menggali kreativitas.
    Good Luck

    Steve

    BalasHapus
  4. Betul sekali teve....belum lagi kalau ditambah penderitaan talinya lepas gara-gara tangan pegel. Terpaksa deh ambil tangga masuk ke dalam sumur.....apa ngga runyam....

    BalasHapus
  5. coba kalau waktu yang dipakai untuk menimba juga sambil menggali ide2 "gila". ada berapa ide yang muncul p bun?

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Bapak pandai mengambil hikmah dari kejadian masa lalu....apakah ini salah satu tips sehingga Bapak bisa menjadi enterpreneur?

    BalasHapus