Minggu, 22 Maret 2009

"Sorry" seems to be the hardest word

Judul tersebut adalah sepenggal lirik dari sebuah lagu yang kebetulan saya baca pada sebuah tulisan di Media Indonesia minggu dalam pesawat saat terbang dari Jakarta ke Surabaya siang tadi.

Tulisan di Media Indonesia minggu tersebut menjadi menarik karena isinya adalah kebalikan dari The Power of Imaginary Regret yang saya tulis pada 9 Maret 2009 yang lalu.

Sebagai manusia biasa, sering kali kita merasa kecewa bahkan sedih apabila kita diperlakukan tidak adil oleh orang yang kita percaya bahkan kita cintai. Kita tidak bisa menerima perlakuan tersebut.

Dalam keadaan seperti itu, memberi "maaf" menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Seringkali bahkan kita menipu diri kita sendiri dengan mengatakan bahwa kita bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan.
Ketidak-mampuan kita untuk memaafkan atau melupakan perbuatan seseorang, dengan mudah akan berkembang menjadi dendam yang akan membelenggu diri kita.
Pikiran dan hati kita dipenuhi oleh kebencian dan nafsu membalas perlakuan terhadap diri kita.

Saya pikir, hanya cinta kasih sejati yang dapat membebaskan kita dari "hard feering" seperti itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Ryan O'Neal dalam bagian akhir film Love Story yang dibintanginya, Love means never having to say you are sorry.
Sebelum kamu memintanya, aku telah memaafkanmu. So sweet....

3 komentar:

  1. hehehe..
    gitu ya pak, sebelum diminta udah kasih duluan. Mental orang kaya tuh..

    BalasHapus
  2. Benar sekali Rin.....kaya dengan CINTA....endless love gitu loh...

    BalasHapus
  3. Gus Dur bgt tuh Pak!
    Hidup Gusdur :)

    BalasHapus