Minggu, 01 Maret 2009

Mengatasi kemiskinan, membangun generasi baru

Beberapa waktu yang lalu, seorang karyawan yang telah bekerja selama 28 tahun menghadap direktur. Jabatan terakhir sang karyawan adalah kepala gudang tapi pada hakekatnya juga sebagai tukang packing merangkap tukang bongkar-muat barang hasil produksi.
Saya masih ingat ke-papa-an sang karyawan pada waktu melamar kerja. Sebagai seorang ex Tapol yang saat itu dihindari banyak orang, selain miskin juga sangat terbatas peluangnya untuk mendapat kehidupan yang layak.
Maksud sang karyawan menghadap direktur adalah untuk pamit sehubungan dia akan pensiun serta melaporkan apa-apa saja yang diperoleh selama dia bekerja.
Mengharukan sekaligus membanggakan, dia melaporkan bahwa dari hasil kerjanya selama ini telah berhasil membiayai pendidikan dua orang putranya sehingga lulus sarjana dan saat ini telah bekerja. Lebih jauh lagi dia juga melaporkan bahwa dari kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk menjadi sub-kontraktor (yang dikerjakan oleh keluarganya)selama lima tahun terakhir, dia telah berhasil membeli secara tunai sebuah mobil Toyota Avanza.
Wow...telah lahir generasi baru yang tidak miskin.
Cerita di atas menyimpulkan bahwa pada hakekatnya kemiskinan hanya bisa dihapus secara permanen apabila kita bisa membangun generasi yang tidak miskin, sebuah generasi yang mempunyai kehendak bebas (sebagai sarjana). Kemiskinan tidak bisa diatasi dengan program-program ad hoc yang bersifat sporadis sesaat.
Cerita di atas bukan cerita fiktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar